Halo halooo, lagi mau bikin materi untuk kelas ASI di moment Pekan ASI Sedunia 2017 (World Breastfeeding Week) ehhh nemu dokumen ini, dokumen yang ditulis ketika masih hamil yumna 3 tahun lalu, dokumen yang belum dilanjutkan hingga selesai, (tutup muka pake centong).
Yang setelah aku baca ulang berasa ga pernah nulis kayak gini, LOL. Engga copas loh yaaa, cuma emang kalo lagi dapet 'wangsit' emang berasa sok wise gitu. :P
----------------------
Korban 'Euforia' Gentle Birth
Persalinan pertama saya
di 2012 lalu, saya sukses melakukan persalinan normal dirumah, yang lebih keren
dikenal dengan nama Home Birth, bisa menunda pemotongan tali pusar (delay cord
clamping) selama 17 jam, langsung IMD 4 jam dan tidak terpisahkan dengan bayi
saya semenjak lahir. Nyaris sempurna dan terlihat keren ya, walau tak sedikit
yang merasa kasihan karena menganggap saya tak mampu ke klinik atau rumah
Sakit. Tapi untuk kalangan tertentu ini termasuk prestasi super yang bikin wow.
Homebirth bahkan diluar negeri lebih popular daripada di Indonesia.
Tapi apa sesempurna
itu? Tentu tidak, karena jujur saya korban euphoria gentle-birth! Duh kok
menyeramkan yaa, “korban euforia gentle birth”, maksudnya apa lagi nih.. penuh
misteri yang memancing dahi berkenyit-kenyit. Hoho.. Tapi sebelum jauh saya
bercerita, izinkan saya memperkenalkan diri dulu. Karena saya baru paham betul
sekarang ini makna pepatah “tak kenal maka tak sayang” itu bener pake banget
deh. Kalo baca sesuatu, apalagi terlalu bagus dan atau sebaliknya yang
baru-baru pastilah kita suka bertanya-tanya dalam hati siapa sih dibalik
tulisan ini. Jadi penasaran tingkat dewa dan kepo sok detektip cari tau gitu
kan ujung-ujungnya. Nah untuk menghindari hal itu, supaya efisien juga, kenalin
deh saya Melisa, mamah muda yang masih imut nan labil, di twenty-six my age ini
saya sudah punya 1 putra ganteng nan soleh dan calon adeknya yang masih didalem
perut. Ganti status di KTP menjadi kawin sejak 2011 di usia 24 tahun. Padahal
cita-cita dulu pengennya udah jadi nyonya-nyonya di umur 20. Tapi apa daya baru
laku diumur segitu. Itu juga udah harap-harap cemas liat euphoria temen-temen
kiri-kanan yang udah duluan naik pelaminan. Tapi ya beruntungnya saya diberi
kesempatan dulu buat memantaskan diri menjadi istri, yang Alhamdulillah akhirnya
dikasi suami yang tepat dan sempurna buat saya.
Setelah sah jadi
nyonya-nyonya saya pun mendambakan momongan hadir ditengah kita. Walau jarak
memisahkan antara Kalimantan dan Tangerang, tak memupuskan niat dan semangat
saya untuk bisa cepet hamil. Maklum yah namanya pasutri baru, banyak sekali
yang perhatian dengan menanyakan udah “isi” belom? Emang balon diisinya bisa
suka-suka kita, batin saya kadang-kadang kalo lagi sebel. Tapi dizaman
secanggih ini pun saya rajin browsing tips-tips cepet hamil (aduh ini keliatan
banget yaa masih kanak-kanaknya saya hihi). Akhirnya dengan bekal minim ilmu
biologi karena hanya belajar Biologi semasa SMP saja, saya harus mempelajari
masa subur saya, memperbanyak makan makanan bergizi yang mengandung asam folat,
mengelola emosi batin supaya jauh dari stress juga jauh dari over
berandai-andai, dan tak lupa si bapake di sebrang pulau sana juga saya bekali
wasiat-wasiat untuk menjaga kesehatan dan mengkonsumsi makanan jenis-jenis
tertentu sering-sering.
Alhamdulillah Allah
kasih kita kesempatan buat tiap bulan ketemu yang akhirnya setelah penantian 3
bulan setelah ijab kabul akhirnya saya dinyatakan positip oleh testpack! Hoho..
menguap sudah kekhuatiran saya tentang ancaman infertile dan karma karena dulu
sebelum nikah sempet pengen nunda dulu sampe bisa tinggal sama-sama suami hehe
dll. Walau masih ragu juga dengan si testpack yang harganya lebih murah dari
semangkok bakso itu, mau gak mau saya test sampe berkali-kali, setlah saya
“telat” 2 minggu. Dan puji syukur kepada Allah, akhirnya Allah percayakan kami
untuk menjadi calon orang tua. Anugerah yang tidak ternilai harganya, karena
tidak semua orang diberi kesempatan ini.
***
Layaknya orang hamil
pada umumnya, saya pun menjadi haus akan belajar tentang kehamilan dan
persalinan. Selama hamil untungnya kerjaan saya jadi banyak luangnya, maka tiap
hari pun ada aja yang dibrowsing di internet tentang kehamilan terutama saat
keluhan keluhan datang. Alhamdulillah saya termasuk ibu hamil yang beruntung karena
tidak mengalami masa-masa ‘horor’ seperti mual, muntah-muntah, ngidam ekstrim
dll. Keluhan standard seperti sering pegel (yang ini sih mungkin karena
keseringan tidur J), mual dikit-dikit (kalo ini pasti kalo
lagi asal makannya), sakit kepala (kalo yang ini saya gak tau, mungkin emang
hormon sih), ngidam-ngidam standard yang kalo gak terpenuh ya biasa aja.
Jelang 5 bulan saya pun
berjodoh membaca kisah persalinan Dewi Lestari disuatu artikel diinternet. Saya
langsung pengen bilang WOW sambil koprol ehh.. maksudnya saya cukup sangat
terkesima. Dia kan artis, tapi metode persalinannya jauh dari fenomena artis
kebanyakan. Mau gak mau saya jadi kepo buat cari tau tentang persalinan
Gentle-Birth itu.
Yang akhirnya saya
dipertemukan dengan grup khusus gentle birth di facebook yaitu grup Gentle
Birth Untuk Semua. Maka dengan semangat 45 pun saya baca dokumen dan
diskusi-diskusi di grup. Grup yang sangat keren semangat belajarnya, penuh
dengan orang-orang pintar dan bijaksana. Baca kisah persalinan yang ada didokumen
duuhh bikin iri hatiiii! Iri pengen ngerasain juga, bener-bener membuncah gitu.
Kayak anak kecil yang baru kenal permen manis, pasti jingkrak jingkrak
kesenengan dan ketagihan. Begitupun saya. Karena ilmu baru, tentunya saya bisa
serap semuanya tanpa filter.
Berikut perkembangan
“ke-sok-tau-an” saya tentang Gentle birth:
Awal kenal gentle-birth,
yaitu melahirkan nyaman tanpa rasa sakit dirumah sendiri (homebirth), kalo bisa
jangan sampe SC, jangan suntik-suntik, jangan obat-obat, jauhin dari segala
intervensi yang bikin trauma baik buat ibu ataupun bayi dan yang gak kalah
penting adalah didampingin nakes (umumnya bidan) yang sudah Pro-gentle birth.
Bulan selanjutnya,
masih melahirkan nyaman tanpa rasa sakit, bagusnya waterbirth karena sangat
nyaman bagi ibu dan bayi, bisa dirumah, bisa di klinik/ Rumah Sakit bersama
nakes yang pro-gentle birth. Tapi minim intervensi, gak boleh suntik-suntik,
gak boleh episiotomy, bagusnya lotus birth atau ditunda selama mungkin, burning
cord jika gak memungkinkan lotus birth dll. Kalo SC? Bisa dipastikan gak bakal
bisa GB. IMD dan selalu bersama udah pasti yaa, karena itu sepaket. :D
Bulan bulan
selanjutnya, masih sama kayak diatas tapi tambahannya jangan lupa bahwa kita
berhak menentukan persalinan yang kita inginkan, gak boleh pasrah saat dibilang
begini atau begitu sama satu dokter/ bidan, harus berani ‘nuntut’ ini-itu ke
nakes agar semua harapan dan keinginan bisa terwujud. Makanya nyari nakes yang
pro Gentle birth sangat sangat penting. Kalo gak yaa cuma bisa mimpi.
Akhirnya saya pun jadi
gampang nge-judge orang yang lahirannya tidak sesuai kriteria diatas, merasa
miris (atau sok tau?) dengan bumil yang pasrah gak punya keinginan dan harapan
terhadap persalinan sendiri, sering suuzon juga dengan temen yang berakhir SC,
pasti deh selama hamil begini, gak begitu bla bla bla otak sotoy bin kepo saya
berbicara. Dan ngotot nyari nakes yang pro gentle birth di tempat terdekat
saya, yang berakhir harus kecewa karena nakes nya jauh-jauh.
Tetapi seiring berjalannya waktu pun saya kembali dibukakan hati dan pikiran, bahwa paradigma awal saya tentang gentle-birth salah besar. Pelan pelan saya sadari, gentle birth itu gak seperti itu. Gentle birth bukan produk seperti klinik tongseng. Gentle birth juga bukan metode harus begini, gak boleh begitu. Gentle birth diawali oleh NIAT TULUS IKHLAS, untuk menyiapkan dan mempersembahkan yang terbaik untuk kelahiran bayi yang dipercayakan ada di rahim kita, sebagai tanggungjawab kita sebagai manusia kepada Tuhan. Mempercayakan dan mengembalikan fitrah kita sebagai perempuan yang dikasi kemampuan untuk bisa melahirkan normal alami dan minim trauma, dengan persiapan yang tidak hanya seminggu jelang Hari Perkiraan Lahir, tapi jauh jauh hari sebelum hamil bahkan saat memilih suami.
Lho emang suami bisa
dipilih? Tentu saja. Allah memberi kita kesempatan dan peluang bertemu dengan
siapapun, tergantung kita mau meniatkan apa. Maka yakinlah apa yang kita
niatkan akan didekatkan dan dimudahkan pula, tentu setelah kita memantaskan
diri juga. Bukan yang ganteng kayak nabi Yusuf, yang kaya kayak tuan tanah,
yang lebay ngasih perhatian tapi yang benar-benar tepat buat kita, buat
sama-sama belajar, tentang apa saja, darimana saja dan kapan saja. Sepele yaa?
Padahal itu penting sekali. Karena tidak sedikit yang saya lihat, keinginan
‘belajar’ hanya dari istri apalagi setelah mempunyai anak. Tidak jarang, para
suami merasa tidak penting mengambil bagian dari mengasuh, mendidik, dan menyayangi
anak secara langsung, bukan hanya dari kucuran harta dan materi. Maka engga
heran juga banyak calon ibu yang pasrah dan percaya begitu saja menyerahkan
nasibnya kepada bidan/ dokter saat proses persalinan karena minimnya keinginan
untuk belajar.
Beruntungnya saya,
Allah memberi saya kesempatan dan semangat untuk belajar dan terus belajar,
menyadari bahwa saya masih bodoh dan harus terus belajar. Semakin saya resapi
filosofi gentle birth ini semakin menyadarkan saya bahwa hamil itu penuh dengan
makna spiritual, apalagi dalam proses persalinan selain kita mengimani bahwa
Allah lah penentu segala sesuatu, tapi tentu kita pun harus mempunya skenario
rancangan sendiri. Memberdayakan diri untuk mencapai goal dalam gentle birth
tentu bukan hal yang mudah bin gampang. Banyak aspek yang perlu disiapkan juga
banyak pihak yang ikut terlibat.
Dari persalinan pertama
saya, banyak kesalahan akibat euforia saya sendiri. Misalnya..
1.
walaupun saya sangat yakin dan percaya tubuh saya mampu melaksanaka ‘tugasnya’
saat hari H tapi saya lupa bahwa untuk itu semua tentu dibutuhkan persiapan. Aku
kurang memperhatikan aspek kesehatan, nutrisi dan makanan. Masih ngasal.
Rencana mau Food Combining-an gak jadi-jadi.
2. Pemberdayaan diri ku juga belum mkasimal karena baru "belajar" nya
pas uk 5 bulan-an. Harusnya minimal dari awal hamil, dan lebih baiknya
jauh-jauh hari sebelum merencakan kehamilan.
3. Latihan/praktek dari segala teori tentang Gentle Birth masih males aku
kerjain, seperti latihan pernafasan yang sangat penting pada saaat hari H.
Males gerak kalo udah keenakan duduk atau tidur. Beli cd relaksasi jarang
didengerin, ada aja alasan buat nanti-nanti. Yoga juga males-malesan n gak
serius.
4. Manage diri dan emosi masih kurang, karena gak bisa tetap tenang dan rileks
setelah 6 jam kontraksi belum lahir juga. (total kontraksi 15 jam).
5.Gak mempersiapkan masa post-partum yang akhirnya sukses buat aku baby blues
seminggu.
6. Pemberdayaan ke keluarga tentang cita-cita melahirkan versi aku, gak aku
laksanain. Aku cenderung "diem-diem" karena males debat ke
ibu/kakak/bumer. Untungnya suami dukung semua yang aku mau.
7. Harusnya punya diary kehamilan yang minimal tiap bulan diisi. dan diary
pasca-kelahiran untuk mencatat "sesuatu" yang harus diubah untuk next
nya.
8. sepertinya masih banyak tapi lupaaaa -___-".
To Be continued.....
No comments:
Post a Comment