Sunday, August 6, 2017

Korban 'Euforia' Gentle Birth

Halo halooo, lagi mau bikin materi untuk kelas ASI di moment Pekan ASI Sedunia 2017 (World Breastfeeding Week) ehhh nemu dokumen ini, dokumen yang ditulis ketika masih hamil yumna 3 tahun lalu, dokumen yang belum dilanjutkan hingga selesai, (tutup muka pake centong).
Yang setelah aku baca ulang berasa ga pernah nulis kayak gini, LOL. Engga copas loh yaaa, cuma emang kalo lagi dapet 'wangsit' emang berasa sok wise gitu. :P

----------------------

 Korban 'Euforia' Gentle Birth

Persalinan pertama saya di 2012 lalu, saya sukses melakukan persalinan normal dirumah, yang lebih keren dikenal dengan nama Home Birth, bisa menunda pemotongan tali pusar (delay cord clamping) selama 17 jam, langsung IMD 4 jam dan tidak terpisahkan dengan bayi saya semenjak lahir. Nyaris sempurna dan terlihat keren ya, walau tak sedikit yang merasa kasihan karena menganggap saya tak mampu ke klinik atau rumah Sakit. Tapi untuk kalangan tertentu ini termasuk prestasi super yang bikin wow. Homebirth bahkan diluar negeri lebih popular daripada di Indonesia.

Tapi apa sesempurna itu? Tentu tidak, karena jujur saya korban euphoria gentle-birth! Duh kok menyeramkan yaa, “korban euforia gentle birth”, maksudnya apa lagi nih.. penuh misteri yang memancing dahi berkenyit-kenyit. Hoho.. Tapi sebelum jauh saya bercerita, izinkan saya memperkenalkan diri dulu. Karena saya baru paham betul sekarang ini makna pepatah “tak kenal maka tak sayang” itu bener pake banget deh. Kalo baca sesuatu, apalagi terlalu bagus dan atau sebaliknya yang baru-baru pastilah kita suka bertanya-tanya dalam hati siapa sih dibalik tulisan ini. Jadi penasaran tingkat dewa dan kepo sok detektip cari tau gitu kan ujung-ujungnya. Nah untuk menghindari hal itu, supaya efisien juga, kenalin deh saya Melisa, mamah muda yang masih imut nan labil, di twenty-six my age ini saya sudah punya 1 putra ganteng nan soleh dan calon adeknya yang masih didalem perut. Ganti status di KTP menjadi kawin sejak 2011 di usia 24 tahun. Padahal cita-cita dulu pengennya udah jadi nyonya-nyonya di umur 20. Tapi apa daya baru laku diumur segitu. Itu juga udah harap-harap cemas liat euphoria temen-temen kiri-kanan yang udah duluan naik pelaminan. Tapi ya beruntungnya saya diberi kesempatan dulu buat memantaskan diri menjadi istri, yang Alhamdulillah akhirnya dikasi suami yang tepat dan sempurna buat saya.

Setelah sah jadi nyonya-nyonya saya pun mendambakan momongan hadir ditengah kita. Walau jarak memisahkan antara Kalimantan dan Tangerang, tak memupuskan niat dan semangat saya untuk bisa cepet hamil. Maklum yah namanya pasutri baru, banyak sekali yang perhatian dengan menanyakan udah “isi” belom? Emang balon diisinya bisa suka-suka kita, batin saya kadang-kadang kalo lagi sebel. Tapi dizaman secanggih ini pun saya rajin browsing tips-tips cepet hamil (aduh ini keliatan banget yaa masih kanak-kanaknya saya hihi). Akhirnya dengan bekal minim ilmu biologi karena hanya belajar Biologi semasa SMP saja, saya harus mempelajari masa subur saya, memperbanyak makan makanan bergizi yang mengandung asam folat, mengelola emosi batin supaya jauh dari stress juga jauh dari over berandai-andai, dan tak lupa si bapake di sebrang pulau sana juga saya bekali wasiat-wasiat untuk menjaga kesehatan dan mengkonsumsi makanan jenis-jenis tertentu sering-sering.
Alhamdulillah Allah kasih kita kesempatan buat tiap bulan ketemu yang akhirnya setelah penantian 3 bulan setelah ijab kabul akhirnya saya dinyatakan positip oleh testpack! Hoho.. menguap sudah kekhuatiran saya tentang ancaman infertile dan karma karena dulu sebelum nikah sempet pengen nunda dulu sampe bisa tinggal sama-sama suami hehe dll. Walau masih ragu juga dengan si testpack yang harganya lebih murah dari semangkok bakso itu, mau gak mau saya test sampe berkali-kali, setlah saya “telat” 2 minggu. Dan puji syukur kepada Allah, akhirnya Allah percayakan kami untuk menjadi calon orang tua. Anugerah yang tidak ternilai harganya, karena tidak semua orang diberi kesempatan ini.
***
Layaknya orang hamil pada umumnya, saya pun menjadi haus akan belajar tentang kehamilan dan persalinan. Selama hamil untungnya kerjaan saya jadi banyak luangnya, maka tiap hari pun ada aja yang dibrowsing di internet tentang kehamilan terutama saat keluhan keluhan datang. Alhamdulillah saya termasuk ibu hamil yang beruntung karena tidak mengalami masa-masa ‘horor’ seperti mual, muntah-muntah, ngidam ekstrim dll. Keluhan standard seperti sering pegel (yang ini sih mungkin karena keseringan tidur J), mual dikit-dikit (kalo ini pasti kalo lagi asal makannya), sakit kepala (kalo yang ini saya gak tau, mungkin emang hormon sih), ngidam-ngidam standard yang kalo gak terpenuh ya biasa aja.

Jelang 5 bulan saya pun berjodoh membaca kisah persalinan Dewi Lestari disuatu artikel diinternet. Saya langsung pengen bilang WOW sambil koprol ehh.. maksudnya saya cukup sangat terkesima. Dia kan artis, tapi metode persalinannya jauh dari fenomena artis kebanyakan. Mau gak mau saya jadi kepo buat cari tau tentang persalinan Gentle-Birth itu.
Yang akhirnya saya dipertemukan dengan grup khusus gentle birth di facebook yaitu grup Gentle Birth Untuk Semua. Maka dengan semangat 45 pun saya baca dokumen dan diskusi-diskusi di grup. Grup yang sangat keren semangat belajarnya, penuh dengan orang-orang pintar dan bijaksana. Baca kisah persalinan yang ada didokumen duuhh bikin iri hatiiii! Iri pengen ngerasain juga, bener-bener membuncah gitu. Kayak anak kecil yang baru kenal permen manis, pasti jingkrak jingkrak kesenengan dan ketagihan. Begitupun saya. Karena ilmu baru, tentunya saya bisa serap semuanya tanpa filter.

Berikut perkembangan “ke-sok-tau-an” saya tentang Gentle birth:
Awal kenal gentle-birth, yaitu melahirkan nyaman tanpa rasa sakit dirumah sendiri (homebirth), kalo bisa jangan sampe SC, jangan suntik-suntik, jangan obat-obat, jauhin dari segala intervensi yang bikin trauma baik buat ibu ataupun bayi dan yang gak kalah penting adalah didampingin nakes (umumnya bidan) yang sudah Pro-gentle birth.

Bulan selanjutnya, masih melahirkan nyaman tanpa rasa sakit, bagusnya waterbirth karena sangat nyaman bagi ibu dan bayi, bisa dirumah, bisa di klinik/ Rumah Sakit bersama nakes yang pro-gentle birth. Tapi minim intervensi, gak boleh suntik-suntik, gak boleh episiotomy, bagusnya lotus birth atau ditunda selama mungkin, burning cord jika gak memungkinkan lotus birth dll. Kalo SC? Bisa dipastikan gak bakal bisa GB. IMD dan selalu bersama udah pasti yaa, karena itu sepaket. :D

Bulan bulan selanjutnya, masih sama kayak diatas tapi tambahannya jangan lupa bahwa kita berhak menentukan persalinan yang kita inginkan, gak boleh pasrah saat dibilang begini atau begitu sama satu dokter/ bidan, harus berani ‘nuntut’ ini-itu ke nakes agar semua harapan dan keinginan bisa terwujud. Makanya nyari nakes yang pro Gentle birth sangat sangat penting. Kalo gak yaa cuma bisa mimpi.

Akhirnya saya pun jadi gampang nge-judge orang yang lahirannya tidak sesuai kriteria diatas, merasa miris (atau sok tau?) dengan bumil yang pasrah gak punya keinginan dan harapan terhadap persalinan sendiri, sering suuzon juga dengan temen yang berakhir SC, pasti deh selama hamil begini, gak begitu bla bla bla otak sotoy bin kepo saya berbicara. Dan ngotot nyari nakes yang pro gentle birth di tempat terdekat saya, yang berakhir harus kecewa karena nakes nya jauh-jauh.

Tetapi seiring berjalannya waktu pun saya kembali dibukakan hati dan pikiran, bahwa paradigma awal saya tentang gentle-birth salah besar. Pelan pelan saya sadari, gentle birth itu gak seperti itu. Gentle birth bukan produk seperti klinik tongseng. Gentle birth juga bukan metode harus begini, gak boleh begitu. Gentle birth diawali oleh NIAT TULUS IKHLAS, untuk menyiapkan dan mempersembahkan yang terbaik untuk kelahiran bayi yang dipercayakan ada di rahim kita, sebagai tanggungjawab kita sebagai manusia kepada Tuhan. Mempercayakan dan mengembalikan fitrah kita sebagai perempuan yang dikasi kemampuan untuk bisa melahirkan normal alami dan minim trauma, dengan persiapan yang tidak hanya seminggu jelang Hari Perkiraan Lahir, tapi jauh jauh hari sebelum hamil bahkan saat memilih suami.

Lho emang suami bisa dipilih? Tentu saja. Allah memberi kita kesempatan dan peluang bertemu dengan siapapun, tergantung kita mau meniatkan apa. Maka yakinlah apa yang kita niatkan akan didekatkan dan dimudahkan pula, tentu setelah kita memantaskan diri juga. Bukan yang ganteng kayak nabi Yusuf, yang kaya kayak tuan tanah, yang lebay ngasih perhatian tapi yang benar-benar tepat buat kita, buat sama-sama belajar, tentang apa saja, darimana saja dan kapan saja. Sepele yaa? Padahal itu penting sekali. Karena tidak sedikit yang saya lihat, keinginan ‘belajar’ hanya dari istri apalagi setelah mempunyai anak. Tidak jarang, para suami merasa tidak penting mengambil bagian dari mengasuh, mendidik, dan menyayangi anak secara langsung, bukan hanya dari kucuran harta dan materi. Maka engga heran juga banyak calon ibu yang pasrah dan percaya begitu saja menyerahkan nasibnya kepada bidan/ dokter saat proses persalinan karena minimnya keinginan untuk belajar.

Beruntungnya saya, Allah memberi saya kesempatan dan semangat untuk belajar dan terus belajar, menyadari bahwa saya masih bodoh dan harus terus belajar. Semakin saya resapi filosofi gentle birth ini semakin menyadarkan saya bahwa hamil itu penuh dengan makna spiritual, apalagi dalam proses persalinan selain kita mengimani bahwa Allah lah penentu segala sesuatu, tapi tentu kita pun harus mempunya skenario rancangan sendiri. Memberdayakan diri untuk mencapai goal dalam gentle birth tentu bukan hal yang mudah bin gampang. Banyak aspek yang perlu disiapkan juga banyak pihak yang ikut terlibat.

Dari persalinan pertama saya, banyak kesalahan akibat euforia saya sendiri. Misalnya..
1. walaupun saya sangat yakin dan percaya tubuh saya mampu melaksanaka ‘tugasnya’ saat hari H tapi saya lupa bahwa untuk itu semua tentu dibutuhkan persiapan. Aku kurang memperhatikan aspek kesehatan, nutrisi dan makanan. Masih ngasal. Rencana mau Food Combining-an gak jadi-jadi.
2. Pemberdayaan diri ku juga belum mkasimal karena baru "belajar" nya pas uk 5 bulan-an. Harusnya minimal dari awal hamil, dan lebih baiknya jauh-jauh hari sebelum merencakan kehamilan.
3. Latihan/praktek dari segala teori tentang Gentle Birth masih males aku kerjain, seperti latihan pernafasan yang sangat penting pada saaat hari H. Males gerak kalo udah keenakan duduk atau tidur. Beli cd relaksasi jarang didengerin, ada aja alasan buat nanti-nanti. Yoga juga males-malesan n gak serius.
4. Manage diri dan emosi masih kurang, karena gak bisa tetap tenang dan rileks setelah 6 jam kontraksi belum lahir juga. (total kontraksi 15 jam).
5.Gak mempersiapkan masa post-partum yang akhirnya sukses buat aku baby blues seminggu.
6. Pemberdayaan ke keluarga tentang cita-cita melahirkan versi aku, gak aku laksanain. Aku cenderung "diem-diem" karena males debat ke ibu/kakak/bumer. Untungnya suami dukung semua yang aku mau.
7. Harusnya punya diary kehamilan yang minimal tiap bulan diisi. dan diary pasca-kelahiran untuk mencatat "sesuatu" yang harus diubah untuk next nya.
8. sepertinya masih banyak tapi lupaaaa -___-".




 To Be continued.....
. . . . Continue Reading